Yup, Gunung Prau, yang kata orang ramah untuk pemula atau newbie. Tapi setelah si kecil hadir, semua gunung terasa sangat menantang. Yuk simak perjalanan kami mendaki Gunung Prau bersama si kecil lewat artikel berikut ini.
Gunung Prau Jadi Keputusan Terakhir
Akhirnya, kami memutuskan mengajak anak kami mendaki Gunung Prau setelah sebelumnya kami pernah mengajaknya mendaki ‘tektok’ ke Gunung Papandayan. Setelah persiapan olahraga hampir setiap akhir minggu mendaki ke Gunung Putri Lembang, Ciwangun Indah Camp, Cikole, akhirnya… Gunung Prau yang jadi keputusan akhir.
Hobi Mendaki Sejak Lama
Sebelumnya perkenalkan nama saya Deby, seorang ibu rumah tangga yang cukup hobi mendaki. Hobi mendaki ini saya lakukan sejak saya berada di jenjang SMA hingga saat ini. Bedanya, sekarang saya mendaki ditemani oleh suami yang juga hobi mendaki dan anak saya yang hampir setiap minggu menagih untuk jalan-jalan ke gunung. Oke, mari kita mulai saja ceritanya.
Si kecil Naim dan Pendakian Pertamanya
Panggil saja si kecil dengan nama Naim. Tidak hanya bertiga. Saya, suami saya, Naim, saya juga mengajak 3 orang teman satu circle yang juga memiliki hobi mendaki. Teman kuliah kami dulu. Benar-benar rasanya bernostalgia, hanya saja saat ini ada member tambahan bernama Naim.
Tidak hanya seminggu dua minggu, perjalanan ini kami rencanakan kurang lebih satu bulan lamanya. Mengingat ada anak kecil berumur 3 tahun yang kami ajak mendaki. Tentunya semua persiapan harus matang, bukan? Selain logistik, akomodasi, dan transportasi, saya mencari semua informasi tentang perkiraan cuaca, suhu, medan Gunung Prau di kisaran bulan itu.
Kami memutuskan untuk mendaki Gunung Prau melalui jalur Dieng. Dan sudah di rencanakan pula agar tidak terlalu lelah saat perjalanan pulang ke Bandung, kami juga menyewa villa di daerah Dieng untuk kami ber-staycation-ria setelah nanti turun dari puncak Gunung Prau.
Tiba Saatnya Memulai Perjalanan
Hari keberangkatan pun tiba. Saya dan teman-teman berangkat dari Bandung pada pukul kurang lebih jam 11 malam. Sebelum ke basecamp Dieng, kami mampir dulu ke rumah kawan lama kami yang berada di daerah Temanggung. Sekalian kami mau menyusun ulang barang bawaan yang ada di kerir kami dan berbelanja bahan makanan untuk konsumsi di Gunung Prau nanti.
Kami tiba di rumah teman kami sekitar pukul 5 subuh keesokan harinya. Disana kami beristirahat cukup lama dan disuguhi makanan minuman oleh teman kami. Nikmat sekali rasanya bertemu teman yang sudah lama tak jumpa dan menghirup, merasakan dinginnya udara Temanggung di pagi hari.
Disana Naim mendapatkan teman bermain yang seumuran. Setelah cukup lama melakukan perjalanan dari Bandung ke Temanggung, akhirnya moodnya kembali happy karena ada teman bermain selagi kami para orang dewasa mempersiapkan logistik.
Jalanan Cukup Menantang
Sekitar pukul 09.00 kami berpamitan dengan teman kami dan melanjutkan perjalanan ke basecamp Gunung Prau via Dieng. Ternyata jalannya cukup menantang dan untungnya mobil yang kami kendarai dalam keadaan yang sangat baik. Jadi, kalau mau ke daerah Dieng jangan lupa di cek terlebih dahulu kondisi kendaraannya masing-masing ya teman-teman!
Sekitar pukul 11.00 siang (WIB), akhirnya kami tiba di basecamp Dieng. Sebentar kami melakukan registrasi dan pengecekan logistik terlebih dahulu. Sekali lagi di gerbang pendakian, kami mengecek apakah semuanya benar-benar dalam keadaan sehat dengan stamina yang baik. Lalu kami berdoa dan langsung berjalan menuju pintu hutan.
Normalnya, perjalanan menuju puncak dan area berkemah adalah sekitar tiga jam. Namun kami tahu bahwa kami akan memakan waktu lebih lama karena ada faktor-faktor lain yang bisa terjadi ketika mendaki bersama dengan anak. Dan kami mengusahakan untuk sampai di area berkemah sebelum matahari terbenam.
Sekitar satu jam pendakian, Naim selalu di atas baby carrier dan saya suapi makan siang sembari duduk diatas baby carrier. Seperti biasa, suami saya selalu kebagian menggendong Naim pada saat menanjak, dan saya kebagian menggendong saat perjalanan turun gunung.
Sesekali di perjalanan Naim meminta turun dari gendongan dan meminta untuk jalan sendiri sambil memegang trekking pole favoritnya. Cukup lama juga seingat saya Naim jalan sendiri, sehingga kami yang dewasa juga harus menyesuaikan ritme jalan dengan Naim.
Alhamdulillah, cuaca sangat mendukung, memang sedang bukan musim hujan, namun ternyata dinginnya sangat menusuk saat kami sampai di puncak. Dan alhamdulillah juga Naim tidak rewel dan cranky selama perjalanan.
Momen Matahari Terbenam
Salah satu momen paling indah saat tiba di area berkemah adalah melihat matahari terbenam yang sangat sangat indah dan cantik bersama keluarga kecil saya dan teman-teman. Sore itu benar-benar wajah kami disinari oleh orange-nya cahaya matahari yang akan terbenam. Ingat sekali saat itu rasanya cuma ada senyuman di wajah kami masing-masing. Saking indahnya. Saking bersyukurnya. Hanya hening, suara angin, dan sesekali Naim yang menanyakan hal-hal yang ingin dia tanyakan. Ya, namanya juga anak kecil…
Kira-kira kami tiba di area berkemah sekitar pukul 17.00-17.15 WIB. Saat tiba di area berkemah, suami dan teman-teman saya langsung bergerak cepat mendirikan tenda agar Naim dapat segera masuk tenda karena udara diluar semakin dingin. Pentingnya punya teman mendaki yang satset dan inisiatif sangat dirasakan pada pendakian kali ini. Saya sangat bersyukur punya teman mendaki seperti mereka. Semoga mereka gak kapok, ya… katanya sih engga, hehehe. Sehabis tenda didirikan dengan kokoh, kami langsung menata logistik kami dan memasak untuk makan malam.
Daftar Logistik yang Di Bawa Selama Pendakian
Tidak dipungkiri memang cukup melelahkan juga karena kami membawa lebih banyak logistik karena membawa anak kecil. Berikut adalah kurang lebih logistik keperluan Naim yang saya bawa:
- Jaket tebal (3)
- Kaos kaki tebal dan tipis (3 pasang)
- Baju ganti (4 pasang)
- Kupluk (1)
- Sarung tangan tebal (1 pasang)
- Sandal gunung (1 pasang)
- Thermometer dan obat-obatan
- Jas hujan (1)
- Sunscreen
- Mainan & buku favorit
- Minyak telon & minyak kayu putih
- Selimut tebal (2)
- Camilan, air minum, dan susu
- Popok (6 buah, untuk habis pakainya dibungkus oleh kereksek dan dibawa turun kembali untuk dibuang di tempat sampah)
Menikmati Sisa Malam di Gunung Prau
Setelah perut kenyang, kami mengobrol santai malam hari sambil merasakan dinginnya Gunung Prau malam itu. Naim pun terlelap tidur terlebih dahulu. Sesekali saya terbangun untuk memastikan kondisi Naim saat tidur. Memastikan kantung tidur dan selimutnya tetap terpakai dengan baik. Satu malam yang sangat dingin terlewati dan menyambut pagi hari yang cerah namun masih terasa dinginnya yang menusuk. Kami berjalan-jalan di sekitar area berkemah berusaha mencari cahaya matahari yang hangat. Tapi tetap saja, pagi itu masih terasa dingin.
Setelah berjalan sebentar, kami memasak untuk sarapan pagi. Yang penasaran menu makan apa yang kami masak selama perjalanan, berikut saya beritahu menunya:
- Makan siang hari pertama: bekal nasi, telur, dan roti
- Makan malam: pakcoy saus tiram, nasi, telur keju susu, mie instant
- Makan pagi: oatmeal granola susu, buah pisang, roti isi
Tidak lupa kami juga berfoto-foto di area berkemah, menikmati sejenak udara Gunung Prau sebelum kembali beres-beres persiapan turun ke basecamp. Dengan kehadiran Naim, kami banyak disapa oleh pendaki yang lewat saat kami sedang packing untuk turun. “ayo dik” “halo dik” dengan wajah tersenyum dan melambaikan mereka. Jujur, baru kali ini saya melakukan pendakian dan disapa ramah dengan begitu banyak pendaki yang melewati rombongan kami.
Seperti yang disebutkan sebelumya, sekarang saatnya saya menggendong Naim untuk perjalanan turun gunung, dan suami saya membawa kerir yang berisi logistik kami. Di awal perjalanan turun, Naim lebih banyak jalan sendiri sambil dikawal oleh kami para orang dewasa. Saat kontur mulai dirasa agak curam, baru Nain mulai saya gendong. Benar saja dugaan saya, tidak lama naik ke baby carrier, Naim sudah terlelap tidur dengan pulas hingga hampir tiba di pintu hutan, sesekali saya dan teman-teman memastikan bahwa posisi tidurnya sudah nyaman. Tentunya perjalanan turun jauh lebih cepat dibandingkan perjalanan naiknya. Apalagi Naim tidur pulas disaat perjalanan turun.
Sampai di Basecamp Dieng
Alhamdulillah banyak-banyak saya ucapkan karena kami semua sampai di basecamp dengan aman dan selamat. Si kecil pun bangun dengan suasana hati yang sangat baik, tidak badmood lah istilahnya. Kami tiba di basecamp sekitar pukul 14.00 WIB. Tidak lama kami menyelesaikan keperluan kami di basecamp, kami langsung lanjut menuju penginapan yang sudah kami sewa untuk menginap semalam di Dieng. Ternyata penginapannya sangat nyaman dan bersih, selain itu dekat juga dengan beberapa kuliner yang ada di Dieng. Setelah mengagumi Gunung Prau dari puncaknya, saatnya hari ini mengagumi Gunung Prau dari kaki gunungnya. Malam itu Dieng sangat berkabut, jarak pandang sangat sangat terbatas, dan kami beristirahat dengan nyaman di penginapan kami sebelum besok melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung.
Kami rasa, skema perjalanan naik gunung seperti ini lah yang nyaman untuk dijalani apabila membawa anak balita dan gunung yang di daki berada di kota yang berbeda. Jadi tenaga kita tidak langsung terkuras karena akhirnya kami memilih menginap di dekat basecamp untuk membersihkan diri dan beristirahat dengan nyaman.
Saat perjalanan pulang ke Bandung dari Dieng, tenaga kami sudah terisi kembali, dan mampir ke kedai kopi yang kami temukan di perjalanan pulang. Sungguh waktu yang berharga dan ingin diulang kembali di masa-masa yang akan mendatang.
Dengan terlewatinya mendaki ke Gunung Prau bersama si kecil ini, kami jadi lebih tau apa kebutuhan yang kami perlukan dan strategi apa yang perlu diterapkan untuk pendakian selanjutnya ke gunung yang kemungkinan tingkat kesulitannya akan lebih tinggi. Dan saya percaya bahwa tantangan setiap gunung itu berbeda-beda, apalagi sambil mengajak anak untuk berpetualang bersama. Semakin semangat untuk berusaha menjaga badan dan kesehatan agar bisa pergi ke gunung-gunung yang diinginkan atau menjadi wishlist bersama-sama dengan keluarga dan teman-teman.
Tentang Penulis:
Deby Novitariani Musa, lahir di Wonosari pada tanggal 2 Desember 1995, dan saat ini bertempat tinggal di Cimahi. Seorang ibu rumah tangga, wirausaha, dan content creator yang memiliki hobi mendaki. Menempuh pendidikan sarjana jurusan biologi, serta memdalami tentang konservasi dan perlindungan satwa liar. Kegemaran mendaki dan berpetualang di alam sejak SMA semakin bertambah karena tuntutan mata pelajaran saat jenjang kuliah yang sering pergi ke lapangan untuk pengamatan dan pengambilan data. Sangat senang melakukan kegiatan di alam terbuka seperti hiking, camping, diiringi dengan terus belajar mendalami dunia konservasi & satwa liar. Ikuti kegiatan seru lainya dari Deby di akun Instagram pribadinya @debynvtrn – dan TikTok @debysdayout
Tentang Program Tulisan Eigerian:
Cerita Eigerian adalah salah satu rubrik dalam program Tulisan Eigerian. Program Tulisan Eigerian adalah program yang membuka kesempatan bagi para penulis dan petualang untuk menjadi kontributor di Blog EIGER. Kontributor dapat berbagi karya, cerita, tips, ataupun review produk EIGER. Program ini terbuka untuk umum dan memiliki syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh para kontributor. Yuk salurkan bakat dan bagikan semangat petualangan melalui tulisan-tulisan yang bermakna sekarang juga, ada reward bagi kontributor yang tulisannya ditayangkan! Cek syarat dan katentuannya untuk menjadi kontributor Blog EIGER di sini atau langsung kirim artikelmu melalui form ini.